Thursday, March 09, 2017

AYAH, BUNDA KUTUNGGU DI PINTU SURGA



Irmidzi dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Musa Al Asy’ari radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Apabila anak seorang hamba telah mati, maka Allah Subhanahu Wata’ala berfirman kepada para malaikat-Nya, ‘Apakah kalian telah mematikan anak hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Dia berfirman, ‘Apakah kalian telah mematikan buah hatinya?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Dia berfirman, ‘Apakah yang diucapkan oleh hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Ia telah memuji-Mu dan mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami akan kembali)’
Maka Dia berfirman, ‘Bangunlah sebuah rumah di surga untuk hamba-Ku dan namakan Baitul Hamdi (rumah pujian ) .’”

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda kepada kaum wanita:
“Tidak ada seorang wanita pun di antara kamu sekalian yang kematian tiga orang anaknya, kecuali anak-anaknya itu akan menjadi pelindung baginya dari api neraka. Seorang wanita bertanya, ‘Dan dua orang anak.’ Rasulullah menjawab, ‘Dan dua orang anak.’”

Ahmad dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Jabir radiyallahu ‘anhu, “Aku telah mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Siapa yang kematian tiga orang anaknya, namun ia rela, maka ia akan masuk surga. (Jabir berkata), ‘Kami bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan dua anak?’ Beliau menjawab, ‘Dan dua anak.’”

Salah seorang perawi berkata kepada Jabir, “Aku berpendapat, bahwa sekiranya engkau berkata satu, niscaya beliau akan mengatakan satu juga.” Jabir berkata, “Aku kira demikian.”

Di samping para malaikat dan Hurul-aini (bidadari syurga), maka kanak-kanak yang meninggal dunia sebelum baligh, juga menyambut kedatangan ibu bapanya di pintu syurga.

Sabda Rasullulah SAW yang bermaksud : “Ketika aku mikraj ke langit, tiba-tiba aku mendengar suara kanak-kanak.
Aku bertanya : “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?”
Jibril menjawab: “Mereka adalah anak cucu orang Islam yang meninggal dunia sebelum baligh. Mereka itu diasuh oleh Nabi Ibrahim AS sampai orang tuanya datang.” (HR. Abu Daud)

Anak-anak orang Islam yang meninggal dunia pada waktu kecil, di alam Barzakh dia dikumpulkan pada suatu tempat di bawah penjagaan Nabi Ibrahim as. Setelah kiamat tiba, mereka langsung dipindahkan ke dalam syurga. Jadi mereka tidak melalui Mahsyar, Hisab, Mizan dan sebagainya.
Sabda Rasullullah SAW yang bermaksud : “Tiap-tiap anak orang Islam yang mati sebelum baligh akan dimasukkan ke dalam syurga dengan rahmat Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah dipindahkan ke dalam syurga, maka anak-anak kecil ini lupa kepada kehidupan dunia. Mereka lupa kedua ibu bapanya, lupa kepada kampung halamannya dan sebagainya.

Tiba-tiba pada suatu hari, ketika mereka sedang bermain-main menikmati kesenangan syurga, maka ada malaikat yang memberitahukannya:
“Wahai Wildan, lupakah kamu kepada kedua orang tuamu? Sekarang mereka sudah berada di pintu syurga.
“Ketika itulah baru mereka tahu dan ingat kembali kepada ayah bunda mereka yang selama ini mereka lupakan.

Mendengar apa yang dikatakan oleh malaikat itu, dalam keadaan menangis dan membawa air dengan segera mereka berlari menuju ke pintu syurga. Sesampainya di sana, mereka melihat Hurul-aini sedang tegak berbaris sepanjang jalan dengan memakai pakaian dan perhiasan yang serba indah.

Setelah pintu syurga terbuka, dengan diiringi nyanyian merdu Hurul-aini, maka orang-orang pun berebut masuk ke dalamnya, dan ketika itulah anak-anak kecil ini sibuk mencari kedua ibu bapanya. Mereka mencari ke sana ke mari, tetapi tidak berjumpa. Sambil menangis dan memegang air di tangan maka pergilah mereka kepada malaikat serta bertanya: “Wahai malaikat, mana ayah dan ibu kami?”

Menjawab malaikat: Wahai Wildan, sungguh malang nasib kamu, kedua orang tua kamu terjatuh ke dalam neraka.”
Mendengar ungkapan yang demikian itu, maka anak kecil tadi menangis sejadi-jadinya, menangis menghiba dengan ratapan yang menyayat hati: “Wahai ibuku, wahai ayahku,apakah kesalahanmu, apakah dosamu sehingga kamu terjatuh ke dalam neraka? Begitulah ratapan mereka.

Berkata Malaikat: “Wahai wildan jangan menangis, pergilah kamu memohon bantuan kepada Nabi Muhammad SAW.”
Setelah anak kecil ini mengadu kepada Nabi Muhammad SAW, maka Nabi Muhammad pun mengangkat kedua tangannya berdoa, lalu dikeluarkanlah orang-orang mukmin yang berada dalam neraka itu.
Inilah syafaat Nabi Muhammad SAW yang ketiga di akhirat.
Petama pada waktu ditimbang antara dosa dan pahala,
yang kedua pada waktu meniti Shiratul Mustaqim ,
yang ketiga ketika mengeluarkan orang dari dalam neraka.

Maka ketika itu bertemulah antara anak-anak kecil tadi dengan kedua orang tuanya dengan perasaan gembira.

Firman Allah SWT yang maksudnya : “Pada hari itu mereka berjumpa dengan perasaan gembira. ” (Ad-Dahr: 11)

Menurut Hadist Qudsi:
Allah SWT berfirman pada hari kiamat pada anak-anak :
“Masuklah kalian ke dalam Syurga.”

Anak-anak itu berkata:
“Ya Rabbi, kami menunggu hingga Ayah Ibu kami masuk.”
Lalu mereka mendekati pintu Syurga, tetapi tidak mahu masuk ke dalamnya. Allah Berfirman lagi,

“Mengapa aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian ke dalam syurga”
Mereka menjawab,
“Tetapi bagaimana dengan orang tua kami?”
Allah pun berfirman,
“Masuklah kalian ke dalam Syurga bersama orang tua kalian.”
(Hadis Qudsi Riwayat Ahmad dari Syurahbil Bin Syuaah yang bersumberkan dari sahabat Nabi SAW)

Istilah “al-wildan” dalam Hadits Qudsi diatas adalah kata jama mufradnya (kata tunggalnya) adalah “al-walid”, artinya anak yang baru dilahirkan, yaitu bayi atau anak kecil yang belum akil baligh. Jadi maksudnya ialah anak kecil yang meninggal dunia. Hal itu diterangkan dalam Hadits lain yang diriwayatkan

Matahari diciptakan kembali dan diletakkan di atas mereka pada jarak satu mil, sehingga mereka selain berdesak-desakan dn berjubel-jubel (kaki diinjak oleh seribu kaki-kaki diatasnya), juga dibakar oleh panasnya matahari, berkeringat, lapar, haus dahaga tidak terperikan siksanya.
Ketika mereka mengalami lapar dan haus itulah anak-anak yang tadinya meninggal selagi masih kecil dan dilepas oleh orang tuanya dengan sabar dan tawakal, datang kepada orang tuanya masing-masing dengan membawa segelas air untuk diminum, dan apabila sudah diminum, tidak akan lapar dan dahaga lagi selama di alam Masyar itu.
Demikian menurut beberapa Hadits.

Mulai hisab dengan menerima buku catatan harian masing-masing yang selama hidupnya dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid.
Dilakukan mizan (penilaian timbangan) terhadap segala macam amalan setiap orang, kecuali orang-orang masuk surga tanpa hisab.
Meniti shirat yang harus dilalui oleh keseluruhan yang ada di padangMasyar itu. Meniti shirat yang kedua bagi mereka yang telah selamat menitishirat yang pertama.

Pada saat itulah Allah memerintahkan kepada anak-anak (yang tadinya meninggal dunia selagi belum akil baligh) untuk memasuki surga. Tetapi mereka memohon syafaat (pertolongan) kepada Allah agar kiranya dapat masuk surga bersama orang tua mereka. Memang mereka juga penuhi perintah Allah, untuk datang mendekati pintu syurga, tapi masih belum mau memasukinya, sehingga Allah Yang Maha Mengetahui bertanya lagi:
“Mengapa Aku lihat anak-anak itu masih saja belum masuk syurga? Masuklah kalian ke dalam syurga itu”.

Pada saat itu mereka mengulangi permohonannya bagi orang tua mereka.
“Kami belum mau masuk, sebelum orang tua kami yang menjadi asal pokok kami, dan ibu-ibu kami yang telah mengandung kami sembilan bulan dan kemudian membesarkan kami masuk juga bersama kami”.

Demikianlah mereka berhenti dekat pintu surga, menunggu keputusan Allah SWT dengan penuh harapan. Akhirnya putusan yang dinanti-nantikan itu datang dengan segera, dengan firman Allah Yang Maha Mengetahui:
“Masuklah kalian ke dalam surga bersama orang tua kalian”.
Penegasan ini oleh Allah kira-kira dimaksudkan untuk menampakkan betapa besar keutamaan anak-anak dan betapa besar pula pengaruh ridla qadla dan qadar Allah, sabar dan puji syukur kehadirat-Nya.

10 cara tidur Baginda Nabi Muhammad S.A.W



Rasulullah Muhammad saw senantiasa memperlakukan tidur dengan etika yang baik. olehnya itu berbagi 10 mencoba menghadirkan informasi terkait cara tidur yang baik menurut ajaran Rasulullah SAW. Seperti apa caranya? Berikut ini beberapa etika tidur yang sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana yang terdapat di dalam hadits-hadits Rasulullah Muhammad saw:
1. Berwudhu ketika akan tidur
“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR. Al-Bukhari No. 247 dan Muslim No. 2710)
2. Membaca doa akan tidur
Rasulullah Muhammad saw jika mau tidur berdoa, “Bismika Allahumma Amut wa Ahyaa” (Dengan nama-Mu ya Allah aku mati dan hidup). Bila bangun tidur berdoa, “Alhamdulillahillaji ahyana ba’da maa ama tanaa wa ilayhinnusur.” (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami mati, dan kepada-Nya kami kembali.” (HR. Muslim)

Al-Bara’ bin ‘Azib ra. berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Muhammad saw bila berbaring di tempat tidurnya, beliau letakkan telapak tangannya yang kanan di bawah pipinya yang kanan, seraya berdoa: Robbi qinii ‘adzaabaka yawma tab’atsu ‘ibaadaka (Ya Robbi, peliharalah aku dari azab-Mu pada hari Kau bangkitkan seluruh hamba-Mu).” (HR. At Tarmidzi)
3. Miring ke sebelah kanan
Dari al-Barra` bin Azib, Rasulullah Muhammad saw pernah bersabda, “Apabila kamu hendak tidur,maka berwudhulah (dengan sempurna) seperti kamu berwudhu untuk shalat, kemudian berbaringlah di atas sisi tubuhmu yang kanan“.
4. Meletakkan tangan di bawah pipi sebelah kanan
“Rasulullah Muhammad saw apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR. Abu Dawud no. 5045, At Tirmidzi No. 3395, Ibnu Majah No. 3877 dan Ibnu Hibban No. 2350)
5. Membaca surat surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas
Aisyah ra. berkata: “Bila Rasulullah Muhammad saw berbaring di tempat tidurnya, beliau kumpulkan kedua telapak tangannya, lalu meniup keduanya dan dibaca pada keduanya surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas. Kemudian disapunya seluruh badan yang dapat disapunya dengan kedua tangannya. Beliau mulai dari kepalanya, mukanya dan bagian depan dari badannya. Beliau lakukan hal ini sebanyak tiga kali.” (HR. At Tarmidzi)
6. Tidurlah di awal malam
“Beliau saw tidur di awal malam dan menghidupkan akhir malam.” (Mutafaq ’Alaih)

“Bahwasanya Rasulullah Muhammad saw membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” (Hadist Riwayat Al-Bukhari No. 568 dan Muslim No. 647 (235))
7. Tidak tidur dengan posisi telungkup (tengkurap)
“Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shohih)
8. Berdoa ketika bangun tidur
“Rasulullah Muhammad saw jika mau tidur berdoa, “Bismika Allahumma Amut wa Ahyaa” (Dengan nama-Mu ya Allah aku mati dan hidup) Bila bangun tidur berdoa, “Alhamdulillahillaji ahyana ba’da maa ama tanaa wa ilayhinnusur.” (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami mati, dan kepada-Nya kami kembali.” (HR. Muslim)
9. Mengusap Bekas tidur
“Maka bangunlah Rasulullah Muhammad saw dari tidurnya kemudian duduk sambil mengusap wajah dengan tangannya” (HR. Muslim No. 763 (182)
10. Beristinsyaq, beristintsaar dan bersiwak ketika bangun tidur
Beristinsyaq dan beristintsaar adalah menghirup kemudian mengeluarkan atau menyemburkan kembali air dari hidung.

“Apabila Rasulullah Muhammad saw bangun malam membersihkan mulutnya dengan bersiwak.” (HR. Al Bukhari No. 245 dan Muslim No. 255)

Demikianlah Rasulullah Muhammad saw menunaikan hak-hak tidur yang telah diberikan Allah swt kepadanya. Dan sebagai umat Islam yang beriman kepada Allah swt dan Rasulullah Muhammad saw, maka sudah sepatutnya umat muslim menunaikan nikmat tidur tersebut sebagaimana yang telah dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Seperti itulah informasi tentang Cara Tidur yang Baik Menurut Rasulullah SAW. Semoga informasi ini dapat membantu kita dalam menjalani hari-hari. Silahkan membaca info menarik lainnya yang tersedia disini.

TAHUN BARU DALAM PANDANGAN SYARIAT ISLAM

 Moment pergantian tahun begitu sangat dinantikan oleh setiap orang. Tak jarang diantara mereka yang menyambutnya dengan berpesta ria, meniup terompet di detik-detik terakhir pergantian tahun dan lain-lain. Seakan moment tahun baru merupakan moment istimewa yang tak boleh terlewatkan.
Lalu, bagaimana pandangan menurut kaca mata syar'i dalam hal ini ? Benarkah tahun baru harus kita sambut dengan spesial? Semisal saling mengucapkan ucapan selamat, lewat lisan atau tulisan yang kita tulis di kartu ucapan tahun baru. Sedemikian istimewakah makna tahun baru bagi umat manusia terutama kaum muslim?

Coba perhatikan pernyataan Al Imam Ibnu Tammiyah radhiaallahu anhu.
Adapun mengucapkan selamat terhadap syiar-syiar keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka hukumnya haram menurut kesepakatan para ulama, seperti mengucapkan selamat terhadap hari-hari besar mereka dan puasa mereka, seperti mengucapkan semoga hari besar ini diberkahi, dsb.

Sedang Umar bin Khatab ra berkata, terkait dengan momentum tahun baru Masehi atau hari-hari besar lain yang merupakan hari-hari besar orang-orang Yahudi dan Nasrani.
"Janganlah kalian mengunjungi kaum Musyrikin di gereja-gereja ( rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka". (HR. Al Baihaqi, no.18640)
 Dari hadist tersebut, jelaslah sudah kalau mengucapkan selamat atau ikut serta dalam merayakan hari-hari besar kaum musyrikin (Tahun baru, Natal, Valentine,dll) hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam. Karena moment tahun baru atau moment-moment lainnya merupakan pencampur adukan antara Al Haq dan kebathilan. Yang lebih banyak nilai mudharatnya, ketimbang sisi positifnya.
Sebagai umat Islam tentunya kita harus konsekwen terhadap keyakinan/akidah yang kita anut, karena sesungguhnya merayakan moment tahun baru itu bukanlah budaya Islam, jadi janganlah sekali-kali terpengaruh dan mengadopsinya menjadi bagian dari budaya kaum muslimin.

"Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran". (QS. Al-Baqarah:109)

Coba perhatikan ayat tersebut ! Sesungguhnya, moment tahun baru itu salah satu tipu muslihat orang-orang musyirikin untuk menyesatkan kaum muslimin dari jalan kebenaran, jalan yang penuh dengan cahaya rahmat dan karunia-Nya. Karena sejatinya, kaum musyirikin itu mengetahui kalau agama Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, sehingga hati mereka menjadi dengki dan berusaha mengembalikan keyakinan kaum muslimin pada kekafiran agar jauh dari cahaya Allah.

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang kafir itu, niscaya mereka akan mengembalikanmu kebelakang ( Kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang merugi. (QS. Ali Imran:149)

Sahabatku, apakah kita mau menjadi orang-orang yang merugi? Tentunya, tak ada seorang pun diantara kita yang ingin menjadi orang yang merugi dan amal ibadahnya tertolak oleh Allah Swt. Kalau demikian, mari bersama-sama bersiaga dalam menghalau datangnya budaya kaum musyirikin yang mereka proklamirkan lewat liberalisme, modernitas dan premisivisme budaya.
Daripada merayakan tahun baru dengan berpesta pora, hendaknya kita isi hari-hari kita dengan dzikir dan takhmid kepada Allah, agar hari esok selalu lebih baik dari hari ini. Melakukan tafakur panjang, sangat dianjurkan sebagai bahan renungan dan cermin terhadap eksistensi kita dalam menjalankan dan menegakan syariat Islam selama satu tahun. Mencoba mengingat balik amalan ibadah yang telah kita lakukan selama ini, sudah baikkah kuantitas ibadah kita ? Berapa umur kita sekarang? Masihkah kita bisa menikmati kehidupan untuk satu tahun yang akan datang? Karena setiap waktu bergulir, maka jatah hidup kita pun berkurang.
 Seperti perkataan Iman Soyfan Tsauri,
"Sesungguhnya, aku sangat menginginkan satu tahun saja dari seluruh usiaku, seperti Ibnu Mubarak. Tapi aku tak mampu melakukannya, bahkan dalam tiga hari sekalipun". (Nuzhatul Fudhala,2/655)
 Hidup didunia hanya selayang pandang, ia begitu singkat sesingkat kilat. Sehingga kita harus memanfaatkan waktu yang ada dengan sefisien mungkin untuk beribadah, karena itulah hakikat hidup manusia di dunia. Untuk melakukan amal sholeh dan beribadah kepada Allah Swt. Bahkan Rasulullah pun bersabda terkait dengan umur manusia.
"Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun". (HR. Turmudzi).
 Jadi, mari kita bersama-sama memanfaatkan waktu yang tersisa dan meningkatkan kuantitas ibadah kita kepada Allah Swt. Menjadikan momentum tahun baru untuk mengingat mati. Bayangkan dan renungkan! Bekal apa yang sudah kitapersiapkan untuk kehidupan diakhirat nanti. Apakah kita akan dimasukan kedalam golongan yang menempati Surga-Nya ataukah nerakaNya? Sudah cukupkah bekal kita ? Sahabatku, selagi masih ada waktu mari kita berbenah diri sebelum semuanya menjadi terlambat. 


Akikah



Akikah (bahasa Arab: عقيقة, transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai penggadaian (penebus) seorang bayi yang dilahirkan.[1] Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakkadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadits Kemudian ada ulama yang menjelaskan bahwa akikah sebagai penebus adalah artinya akikah itu akan menjadikan terlepasnya kekangan jin yang mengiringi semua bayi sejak lahir.
Definisi akikah
Akikah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seseorang anak. Menurut bahasa, akikah berarti pemotongan.Hukumnya sunah muakkadah bagi mereka yang mampu, bahkan sebagian ulama menyatakan wajib.
Syariat 'akikah
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya kepada rasulullah tentang akikah. Dia bersabda, “Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina.”
Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi 'Aqأqah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk 'Aqأqah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.
Kata akikah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa wi¢lidayhi, artinya jika ia memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah, akikah berarti "menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak".
Akikah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan akikahnya'? Ada hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki (akikahnya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor kambing'? Status hukum akikah adalah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya akikah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama, dan seandainya akikah wajib, maka rasulullah juga pasti telah menerangkan akan kewajiban tersebut.
Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa hukum akikah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu hadits di atas, "Kullu ghuli¢min murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan akikahnya), mereka berpendapat bahwa hadits ini menunjukkan dalil wajibnya akikah dan menafsirkan hadits ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia diakikahi. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri»'iyyat) akikah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima karena dalil-dalilnya, bahwa akikah adalah sunnah.
Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah akikah tersebut.
Mengenai kapan akikah dilaksanakan, rasulullah bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu'?. Hadits ini menerangkan bahwa akikah mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa akikah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sembelihan akikah pada hari ketujuh hanya sekadar sunnah, jika akikah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.
Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, jika ia tidak mampu pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu kapan saja. 'Akikah anak laki-laki berbeda dengan akikah anak perempuan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, sesuai hadits yang telah kami sampaikan di atas. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan akikah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa rasulullah mengaqikahi Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Husein (keduanya adalah cucu) dengan 1 ekor kambing.
Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.
Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah anak laki-laki dan anak perempuan, maka jawabannya adalah bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah tersebut, karena akal manusia terbatas. Barangkali juga bisa diambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang laki-laki dari segi kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga.
Dalam penyembelihan akikah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya, sebaiknya tidak mematahkan tulang dari sembelihan akikah tersebut, dengan hikmah tafa'™ul (berharap) akan keselamatan tubuh dan anggota badan anak tersebut. 'Akikah sah jika memenuhi syarat seperti syarat hewan Qurban, yaitu tidak cacat dan memasuki usia yang telah disyaratkan oleh agama Islam. Seperti dalam definisi tersebut di atas, bahwa akikah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh juga mengganti kambing dengan unta ataupun sapi dengan syarat unta atau sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban yang mana dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa akikah hanya boleh dengan menggunakan kambing saja, sesuai dalil-dalil yang datang dari Rasulullah saw.
Ada perbedaan lain antara akikah dengan Qurban, kalau daging Qurban dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan akikah dibagi-bagikan dalam keadaan matang. Hikmah syariat akikah yakni dengan akikah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt. Dengan akikah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang menghalangi seorang anak untuk memberikan syafaat pada orang tuanya, dan lebih dari itu semua, bahwasanya akikah adalah menjalankan syiar Islam.
Hikmah Akikah
Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya:
Menghidupkan sunah Nabi Muhammad dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.
Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan akikahnya.” Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh akikahnya".
Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".
Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.
Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan berakikah, di antaranya:
Membebaskan anak dari ketergadaian
Pembelaan orang tua di hari kemudian
Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail dan Ibrahim
Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang baru lahir
Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.
Syarat Akikah
Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing jawa minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk 'Aqأqah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala..
Hewan Sembelihan
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk akikah adalah sama seperti hewan yang dibolehkan disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria.
Imam Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam akikah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.
Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam akikah ini tidak diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak dianggap.
Namun di dalam akikah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana dalam udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang akikah dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.
Kadar Jumlah Hewan
Kadar akikah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya nabi mengakikahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengakikahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini:
Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi memerintahkan agar dsembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi memerintahkan mereka agar disembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)
dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.
Waktu Pelaksanaan 'Aqiqah
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi ' , yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi ', dia berkata yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Akikah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: "...dan bila tidak diakikahi oleh ayahnya kemudian dia mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa."
Pembagian daging akikah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: "...dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan dari kambing akikah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: "...dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.".

Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

Menengok Fakta dan Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia Tidak hanya di ranah dunia, di Indonesia sendiri, umat Muslim menempati posisi...